Jumat, 04 April 2008

Glaukoma si pencuri penglihatan

Ingin organ penglihatan Anda berfungsi baik hingga akhir hayat? Pastinya. Dan bukan hanya Anda, siapapun tentu menginginkannya. Sayangnya, tak semua orang bisa mendapatkannya. Di tengah perjalanan hidup, terkadang muncul 'pencuri-pencuri' penglihatan yang bisa menggiring seseorang pada kebutaan. Glaukoma adalah salah satu pencuri penglihatan itu.

''Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak, baik di dunia maupun di Indonesia. Yang memprihatinkan, jumlah penderitanya terus meningkat tanpa terdeteksi. Pasien datang setelah ia kehilangan penglihatannya,'' kata Dr dr Ike Sumantri Wiyogo SpM, ketua Kelompok Seminat Glaukoma Perdami (Perhimpunan Dokter Mata Indonesia).

Saat ini di Indonesia, jumlah kebutaan karena glaukoma sudah mendekati angka setengah juta orang -- suatu jumlah yang tidak sedikit. Guna meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya glaukoma, tahun ini untuk pertama kalinya digelar peringatan Hari Glaukoma Dunia (World Glaucoma Day). Peringatan yang berlangsung pada 6 Maret 2008 ini merupakan inisiatif dari World Glaucoma Association (WGA) dan World Glaucoma Patient Association (WGPA). Di Indonesia, pencanangannya dilakukan oleh Perdami dan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.

Apa sebenarnya glaukoma? Ini adalah kelompok penyakit saraf mata (saraf optik) yang kronis dan progresif diakibatkan oleh tekanan yang tinggi pada bola mata. Tekanan yang terlalu tinggi ini dapat merusak saraf penglihatan di mata bagian belakang. Bila tak ditangani dengan baik kondisi akan berujung pada hilangnya penglihatan. ''Berbeda dengan katarak, kebutaan karena glaukoma tidak dapat disembuhkan,'' kata Ike Sumantri.

Upaya mendeteksi glaukoma secara dini juga bukan hal mudah. Ini karena penderita kerap kali tak merasakan gejala apapun selama bertahun-tahun. Akibatnya, sebagian besar penderita datang ke dokter spesialis mata ketika perjalanan penyakit sudah lanjut, bahkan telah mengalami kebutaan.

Jenis dan gejala
Bagaimana glaukoma terjadi? Penyakit mata yang serius ini biasanya terjadinya bila aliran cairan di dalam bola mata terhambat, dan menimbulkan tekanan yang tinggi di dalam bola mata.

Di dalam bola mata kita memang selalu ada cairan, yang disebut aqueous humour. Cairan ini dihasilkan oleh daerah di belakang iris (bagian yang berwarna dari bola mata), mengalir melalui pupil dan dikeluarkan dari bola mata melalui beberapa saluran mikroskopis. Nah, aliran cairan ke dalam dan ke luar bola mata ini harus terjaga dengan baik untuk mempertahankan bentuk bulat bola mata sekaligus memastikan bahwa bola mata tidak menjadi terlalu keras atau terlalu lunak. Jika suatu kali, karena suatu sebab, aliran cairan ini terhambat sehingga menimbulkan tekanan yang tinggi di dalam bola mata, maka terjadilah glaukoma.

Secara umum, glaukoma terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya glaukoma kronik dan glaukoma akut. Ketua Perdami, dr Tjahjono D Gondhowiardjo SpM PhD, menjelaskan, glaukoma akut biasanya terjadi secara mendadak, dengan gejala nyeri mata yang berat atau sakit kepala, melihat pelangi di sekitar lampu, mata buram, mual, dan muntah. ''Serangan ini harus segera ditangani agar tidak menyebabkan kebutaan,'' kata Tjahjono.

Lain halnya dengan glaukoma kronik. Jika glaukoma akut terjadi secara mendadak, maka perjalanan penyakit glaukoma kronik berlangsung lambat. Penderita glaukoma jenis ini biasanya sering tersandung saat berjalan karena telah terjadi penyempitan lapang akibat glaukoma.

Sedangkan penglihatan sentralnya tidak terganggu. ''Hal inilah yang menyebabkan penderita seringkali datang ke dokter dalam stadium lanjut,'' lanjut Tjahjono. Ada pula glaukoma kongenital yang sangat jarang terjadi tetapi kadangkala dijumpai pada anak-anak. Ada kecenderungan, kelainan ini diturunkan dalam kelurga, walaupun dapat juga terjadi pada anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak memiliki riwayat glaukoma.

Di samping itu, ada beberapa jenis glaukoma lain yang lebih jarang lagi dijumpai dan disebabkan oleh berbagai hal, seperti: inflamasi di dalam bola mata, pertumbuhan pembuluh darah baru di dalam bola mata yang dapat terjadi pada penderita diabetes, pengobatan dengan beberapa jenis obat (misalnya kortikosteroid), cedera mata, dan kelainan lain yang menyerang struktur mata.

Pengobatan
Sekali terkena glaukoma, maka seorang penderita harus kontrol teratur ke dokter mata selama hidupnya. ''Saraf mata yang sudah rusak tidak dapat diperbaiki. Penanganan yang dilakukan adalah lebih pada usaha mengontrol tekanan mata,'' kata Ike Sumantri. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain: pemberian obat tetes mata jenis latanoprost, laser, operasi atau kombinasi dari beberapa tindakan. Meskipun kerusakan saraf optik akibat glaukoma tidak dapat disembuhkan, penderita glaukoma masih dapat hidup normal, dengan catatan ia menjalani pengobatan secara tepat dan taat.

Adakah cara untuk mencegah glaukoma? Sejatinya, tak ada cara khusus untuk mencegah kondisi ini. Namun, orang di atas usia 40 tahun sangat dianjurkan memeriksakan matanya secara teratur. Yang juga penting untuk dilakukan adalah mengontrol faktor risiko. Seperti diterangkan oleh Ike Sumantri, faktor risiko glaukoma adalah: usia di atas 40 tahun, berasal dari keluarga dengan riwayat glaukoma (risiko meningkat tiga kali), tekanan bola mata yang tinggi hingga lebih dari 21 mmHg, penderita myopia (pemakai kacamata minus), hipermetropia (kacamata plus), trauma pada mata, dan penggunaan steroid jangka panjang. ''Beberapa jenis penyakit yang juga meningkat risiko glaukoma yakni diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi, dan migrain.''

Sumber : Republika

0 komentar:

 
ANAK YANG HILANG © 2007 Template feito por Templates para Você